Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
tetap akan konsisten menata kembali pola pembangunan kelautan dan
perikanan dengan mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan yang lebih
menekankan pada konsep Ekonomi Biru. Konsep Blue Economy akan bertumpu
pada pengembangan ekonomi rakyat secara komprehensif guna mencapai
pembangunan nasional secara keseluruhan. Demikian penegasan Menteri
Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, seusai membuka seminar
nasional yang bertemakan “Penguatan Industrialisasi dan Penerapan Konsep
Blue Economy dalam Pembangunan Perikanan Tangkap yang Maju dan
Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat”.
Menurut
Sharif, konsepsi pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
seperti konsep blue economy saat ini telah menjadi arus utama dalam
kebijakan pembangunan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Bahkan Presiden RI dalam berbagai forum internasional telah menjadi
pelopor dalam mempromosikan penerapan konsep-konsep pembangunan yang
berkelanjutan. Menindaklanjuti hal tersebut, KKP yang bergerak di sektor
kelautan dan perikanan harus berada di garis terdepan untuk
mempromosikan dan melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan yang
berkelanjutan. “Pada dasarnya semua pihak sangat berkepentingan dengan
pembangunan yang tidak mengorbankan masa depan. Apa yang kita lakukan
sekarang tidak hanya untuk hari ini saja, tetapi juga harus menjadi
warisan yang lebih baik bagi generasi mendatang,”jelasnya.
Sharif
menegaskan, prinsip blue economy harus diimplementasikan dalam berbagai
kebijakan KKP, terutama dalam program percepatan industrialisasi
kelautan dan perikanan. Blue economy merupakan prinsip-prinsip yang
harus dipegang dan kemudian dioperasionalkan dalam industrialisasi
kelautan dan perikanan. Konsep ini selain mampu menciptakan industri
kelautan dan perikanan yang ramah lingkungan, juga dapat melipatgandakan
pendapatan, menciptakan kesempatan kerja dan menggerakan perekonomian
masyarakat sekitar. “Untuk itu, KKP akan terus mendorong para pemangku
kepentingan, baik itu pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi
maupun masyarakat luas untuk terus menggali peluang penerapan blue
economy dan strategi operasional dalam industrialisasi kelautan dan
perikanan,”jelasnya.
Sharif menambahkan, dalam
upaya menggali lebih dalam konsepsi dan peluang penerapan blue economy
dalam industrialisasi kelautan dan perikanan, KKP telah mengadakan
serangkaian diskusi, baik di lingkup internal maupun melibatkan para
pakar dan ahli dari luar KKP. Diantaranya dengan mengundang pemrakarsa
blue economy, yakni Gunter Pauli yang dikenal dengan bukunya The Blue
Economy: 10 years, 100 innovations, and 100 million jobs. Dari
rangkaian diskusi yang telah dilaksanakan tersebut telah berhasil
menggali berbagai informasi, prospek, dan peluang penerapan
prinsip-prinsip blue economy untuk diterapkan di sektor kelautan dan
perikanan secara berkelanjutan. “Seminar nasional seperti ini diharapkan
dapat semakin melengkapi konsepsi dan rencana kerja implementasi
prinsip-prinsip blue economy dalam industrialisasi kelautan dan
perikanan, khususnya pada industri perikanan tangkap,” ujarnya.
Sharif
menandaskan, pengembangan industrialisasi perikanan tangkap perlu
disinergikan dengan penerapan blue economy. Pola ini diharapkan dapat
melakukan transformasi untuk meningkatkan daya saing, produktivitas, dan
nilai tambah dari sub sektor perikanan tangkap secara berkelanjutan.
Apalagi saat ini produksi perikanan tangkap mencapai angka 5,5 juta ton
per tahun. Tentunya bukan hanya volume produksinya saja yang meningkat,
tapi nilai tambahnya dan memberi dampak bagi peningkatan kesejahteraan
rakyat antara lain melalui penciptaan lapangan kerja.”Kami berupaya
untuk mendorong agar usaha perikanan tangkap bergairah, di mana salah
satunya adalah agar para pelaku usaha memanfaatkan potensi perikanan
yang ada di ZEE dan laut lepas,” katanya.
Sharif
menjelaskan, untuk mendukung program tersebut KKP telah mengundangkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2012 tentang
Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas dan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di
WPP-NRI. Sebagaimana kita ketahui, usaha perikanan tangkap di laut lepas
meliputi wilayah samudera hindia dan samudera pasifik dan dapat
dilakukan dengan menggunakan kapal perikanan dengan ukuran di atas 30 GT
dengan ketentuan harus didaftarkan oleh Pemerintah pada organisasi
pengelolaan perikanan regional. “Dengan Permen ini diharapkan kegiatan
penangkapan ikan di laut lepas dapat meningkatkan hasil tangkapan yang
berdampak pada meningkatnya ekspor hasil perikanan,” jelasnya.
Pemerintah,
tandas Sharif akan memberikan kemudahan untuk mendukung usaha
penangkapan ikan dilaut lepas. Diantaranya, ikan hasil tangkapan di laut
lepas dapat langsung didaratkan di pelabuhan luar negeri, dengan
ketentuan menyampaikan laporan kepada pelabuhan pangkalan di Indonesia
dan menyampaikan bukti pendaratan ikan di luar negeri. Kebijakan ini
dilakukan dalam rangka pendataan sumber daya dan untuk mengantisipasi
kegiatan penangkapan ikan yang melebihi kuota yang telah ditetapkan
organisasi internasional. “Mereka juga dapat melakukan transhipment dari
kapal penangkap ikan ke kapal pengangkut ikan baik di tengah laut
maupun di pelabuhan negara lain yang menjadi anggota Regional Fisheries
Management Organisation (RFMO) pada wilayah RFMO yang sama,” jelasnya.
Menurut
Sharif, Permen Nomor PER.30/MEN/2012 ini, memiliki keunggulan dibanding
peraturan sebelumnya. Diantaranya, mempercepat industrialisasi
perikanan tangkap, dengan aturan yang membolehkan pengadaan kapal
perikanan baru dan bukan baru dari dalam negeri dan luar negeri dengan
ukuran yang memadai atau lebih besar. Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan
dan produksi hasil penangkapan ikan di ZEEI di luar 100 mil. Selain itu,
Permen ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat
perikanan, melalui aturan kewajiban usaha perikanan tangkap terpadu dan
pemilik kapal kumulatif di atas 200 GT untuk mengolah ikan hasil
tangkapan pada unit pengolahan ikan di dalam negeri. “Sesuai dengan
konsep Blue Economy, Permen ini sangat mendukung pengelolaan sumber daya
ikan yang bertanggung jawab. Terutama melalui pendataan statistik dan
pelaporan hasil tangkapan yang lebih baik,” jelasnya.
Ditambahkan,
Permen Nomor PER.30/MEN/2012 secara langsung akan memberikan kemudahan
lain bagi para pelaku usaha. Dimana, persyaratan perizinan lebih
disederhanakan dan pemeriksaan fisik kapal hanya dilakukan pada saat
permohonan awal dan apabila terjadi perubahan. Selain itu, masa waktu
pembayaran pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan pungutan hasil
perikanan (PHP) lebih diperpanjang yang semula 5 (lima) hari menjadi 10
(sepuluh) hari. Kemudahan lain, pengusaha yang telah memiliki SIUP di
Laut Lepas dapat digunakan juga di WPP-NRI, begitupun sebaliknya.
“Pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang
melakukan pengembangan usaha pengolahan ikan maupun pelaku usaha yang
melakukan pengembangan usaha penangkapan ikan,” tambahnya.
Jakarta, 13 Februari 2013
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Indra Sakti, SE, MM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar